REVIEW: BURLESQUE (2010)

Jumat, 21 Januari 2011

| 0 komentar


Sebenarnya sebelumnya saya tidak terlalu tertarik dengan Burlesque, tapi setelah berkali-kali melihat trailernya maka saya pun jadi penasaran. Dengan menempatkan Christina Aguilera sebagai pemeran utama, dan dia ditemani oleh penyanyi yang sangat menakjubkan suaranya, Cher.

Ide cerita film ini sebenarnya tidak terlalu istimewa, bahkan bisa dibilang standar. Berkisah tentang Alice (Christina Aguilera) seorang wanita muda yang sebelumnya tinggal di sebuah kota kecil yaitu Iowa. Ali memiliki mimpi yang besar untuk menjadi seorang penghibur yang profesional, maka dia pun memilih untuk pindah ke Los Angeles. Di sana dia datang ke salah satu klub kecil yang bernama Burlesque. Dia terpana dan terkagum-kagum melihat penampilan para penari yang tampil di atas panggung. Di bar itu Ali bertemu dengan Jack (Cam Gigandet) yang bekerja sebagai seorang bartender. Jack menyarankan Ali bertemu dengan Tess (Cher) untuk mendapatkan pekerjaan yang dia impikan. Sayangnya Ali tidak diterima oleh Tess, tapi dia tidak berputus asa. Ali pun akhirnya diberikan pekerjaan sebagai waitress oleh Jack. Ketika Jess membuka audisi untuk penari-penari baru di klubnya, Ali pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Tadinya Jess tidak mempercayai kemampuan Ali, namun dia memberikan Ali kesempatan dan menerimanya sebagai penari di klubnya tersebut. Diterimanya Ali sebagai penari di sana menimbulkan kecemburuan dari salah satu penari senior di klub tersebut, yaitu Nikki (Kristen Bell). Nikki pun menyabotase salah satu penampilan Ali. Untuk meng-handle masalah yang ditimbulkan Nikki maka Ali pun akhirnya terpaksa harus menari sambil menyanyi live. Jess yang tadinya meminta rekannya untuk menurunkan layar akhirnya menyadari kemampuan Ali yang luar biasa. Ali bukan hanya jago menari, tapi dia juga memiliki suara yang indah dan powerful. Ali pun berhasil membuat dirinya keluar dari masalah yang sengaja ditimbulkan oleh Nikki. Masalah tidak berhenti sampai di situ. Terdapat masalah lain yang menghampiri dirinya, antara lain ketika dia harus memantapkan hatinya untuk memilih pasangan hidupnya dan dia juga harus membantu Jess menyelamatkan Burlesque dari kehancuran.

Jalan cerita memang termasuk standar namun dengan diselipkannya drama musikal membuat film ini menjadi tidak standar. Apalagi ditambah saya sangat mencintai musik. Woww....pantas rasanya saya menyebut Christina sebagai seorang penyanyi yang luar biasa. Kali ini saya tidak bisa mengelak dari kedahsyatan suaranya. Ditambah lagi dengan suara Cher, fantastis..

Tadinya saya sempat berpikir apakah Christina akan bermain buruk seperti Britney Spears di Crossroad atau bermain apik seperti Justin Timberlake di The Social Network. Ternyata Christina berhasil bermain dengan rapi memerankan sosok Ali. Melihat dia dalam film ini seakan-akan seperti dia sudah sering bermain film. Aktingnya terlihat begitu alami dan dia sangat mendalami karakter Ali sehingga membuat penontondapat terbawa dengan emosi yang ditimbulkan Ali. Harus saya katakan kalau saya puas dengan akting Christina. Bukan hanya Christina saja yang bermain apik dalam film ini tapi juga Cher, Cam Gigandet, Kristen Bell, dan lainnya, juga bermain baik dan cukup membuat saya puas dengan keseluruhan akting mereka.

Kristen Bell yang selama ini tampil dalam film-film drama comedy, romance, dan family berbeda jauh dengan karakter Nikki yang dia perankan di sini. Dalam Burlesque lah kita dapat melihat Kristen Bell dengan pakaian-pakain sexy ditambah dengan tarian-tarian yang sexy pula. Saya rasa Bell telah berhasil keluar dari karakter-karakternya yang sweet selama ini, walaupun sayangnya karakter Nikki kurang mendapatkan prioritas lebih.


Sedangkan di akhir cerita saya sebenarnya kurang puas denga conclusion yang ditawarkan dalam film ini. Terlalu flat dan kurang sekali geregetnya. Namun overall film ini sangat membuat saya terkesan dan membuat saya menobatkan film ini adalah film terbaik di bulan Januari ini.

Salah satu bagian dalam film ini yang menjadi favorit saya adalah ketika Jack yang sedang berusaha 'menggoda' Ali. Berhasil membuat saya tertawa dan geli melihat tingkah laku Jack. Alur cerita yang disajikan dalam film ini sebenarnya cukup lama, karena yang dikedepankan adalah unsur drama musikalnya, jadi ya kita akan puas menyaksikan aksi panggung dari Christina dan kawan-kawan.

Bagi Anda penggemar Christina maupun Cher atau bahkan kedua-duanya, maka Anda wajib menonton film ini. Namun jika Anda bukan penggemar mereka berdua maka Anda tetap dapat menikmati film ini, karena film ini menyajikan cerita drama musikal yang mengasyikkan untuk disaksikan.

Happy Watching..








REVIEW: PERFECT STRANGER (2007)

Rabu, 19 Januari 2011

| 5 komentar


Sebelumnya saya sama sekali tidak tahu film ini tentang apa. Hanya tahu judul tanpa pernah tahu sedikit pun film ini meceritakan apa. Berhubung dvd-nya udah ada, sayang rasanya kalau tidak ditonton. Apalagi film ini dibintangi oleh Bruce Willis dan Halle Berry. Hmmmmm...penasaran jadinya.

Bercerita tentang seorang jurnalis, Rowena Price (Halle Berry) yang berusaha menyelidiki kematian teman semasa kecilnya, Grace (Nicki Aycox), yang dibunuh dengan sadis. Rowena dibantu dengan salah seorang temannya yang jago IT, Miles Haley (Giovanni Ribisi), untuk menyelidiki Harrison Hill (Bruce Willis) yang mereka duga sebagai pelaku pembunuhan Grace.

Perfect Stranger merupakan film thriller pembunuhan atau tepatnya thriller psikologi yang diproduksi tahun 2007. Film ini menyuguhkan cerita tentang teki-teki sebuah pembunuhan. Hampir sama dengan film-film yang mempunyai jalan cerita serupa, namun bedanya film ini dilatar belakangi oleh kejadian masa lampau yang ahirnya memberikan dampak dan merupakan inti dari cerita film. Selain itu, film ini juga dipenuhi adegan-adegan gelap. Gelap yang dimaksud di sini adalah gelap dengan arti yang sebenarnya. Kebanyakan setting-nya adalah malam hari dan di dalam rumah yang tidak terlalu dipenuhi oleh cahaya terang. Yaaaa....memang ada adegan-adegan 'panasnya' sih yang diselipkan dalam film ini, tapi that's not a big deal. Alur cerita yang ditawarkan film ini sebenarnya cukup lambat, namun tidak sampai membuat saya keburu bosan menontonnya. Saya tetap semangat menonton film ini hingga selesai.

Kita dipaksa untuk melupakan Bruce Willis yang sangat melekat dengan perannya di Die Hard, karena sosok Willis yang akan kita lihat dalam film ini adalah oom-oom yang genit. Saya sedikit puas melihat akting Willis kali ini, karena dia yang biasanya berperan sebagai seorang jagoan yang tidak dapat ditumbangkan oleh lawan-lawannya dalam film ini justru dia menjadi penjahat, walau penjahat 'kerah putih'. Halle Berry seperti biasa..dia selalu tampil bagus di setiap film-filmnya, walau saya tidak menemukan sesuatu yang istimewa pada peran dia kali ini. Namun begitu, Berry tetap memainkan sosok Rowena dengan sangat baik. Emosi yang dia tampilkan pada karakter Rowena sangat hidup, membuat penonton menjadi memahami perasaan Rowena. Apalagi ketika di akhir film dijelaskan dengan gamblang mengenai kejelasan kasus pembunuhan Grace yang sebenarnya.

Diakhir film, Perfect Stranger lebih memilih twisted ending yang membuat film ini jadi lebih memiliki perbedaan dengan film-film kebanyakan. Harus saya akui, Perfect Stranger merupakan salah satu film yang endingnya sulit ditebak. Saya tidak menyangka kalau ternyata setelah ditangkapnya Harrison film ini masih memiliki cerita lain yang sebenarnya belum tersingkap. Good ending for this film :p

Bagi Anda yang mencari suguhan film yang sedikit lebih berat dari pada film-film drama keluarga, maka Perfect Stranger dapat anda jadikan tontonan.

Happy Watching..

REVIEW: GOING THE DISTANCE (2010)

| 1 komentar


Berhubung film ini keluar di bioskop Indonesia ini terlalu lama, bahkan sampai detik ini masih COMING SOON di 21 & XXI. Untunglah abang saya cerdas. Dia beli dvdnya (sebenernya sih sayanya yang males buat beli dvdnya.hehe). Jadi hari ini karena saya hanya sebentar di kampus dan langsung pulang ke rumah, jadi saya punya waktu untuk nonton film ini.

Berkali-kali saya melihat trailer film ini di 21 maupun XXI. Kesan pertama yang saya dapat adalah film ini lucu dan saya harus menontonnya. Apalagi cerita film ini unik, tentang LDR. Bukan LDR yang dimaksud sama Raditya Dika di bukunya ya, tapi ini LDR dalam arti yang sesungguhnya.

Adegan pertama film ini dibuka dengan Justin Long yang berperan sebagai Garret sedang merayakan hari ulang tahun pacarnya yang diperankan oleh Leighton Meester. Makan malam yang indah akhirnya diakhiri dengan pertengakaran bahkan Meester memutuskan hubungannya dengan Long. Untuk menghibur Garrret yang sedang patah hati maka Box (Jason Sudeikis) & Dan (Charlie Day) mengajaknya bersenang-senang di sebuah bar. Di sanalah Garret bertemu dengan Erin (Drew Barrymore). Pertemuan awal yang kurang baik membuat Garret harus mentraktir minuman untuk Erin demi menebus kesalahannya. Sebelumnya saya menduga Garret dan Erin hanya akan terlibat one night stand (cinta satu malam). Namun tidak sesimpel itu, Garret meminta nomor hp Erin. Hubungan mereka pun berlanjut semakin jauh, hingga pada suatu saat Erin harus kembali ke kotanya, San Fransisco. Mereka pun berkomitmen untuk menjalan hubungan jarak jauh. Garret yang tetap tinggal di New York dan Erin yang tinggal di San Fransisco mulai melalui berbagai macam halangan yang menguji kekuatan cinta dan komitmen mereka.

Tidak dapat dipungkiri kalau film ini memang lucu. Adegan lucu yang ditawarkan film ini hanya muncul beberapa kali. Selebihnya adalah adegan yang cukup serius dan membuat penonton juga jadi berpikir "ohh....begini rasanya ngejalanin hubungan jarak jauh". Ini adalah salah satu kelebihan dari film ini. Berhasil membuat penontonnyaa memahami inti dari cerita dan membuat penonton terbawa emosinya bersamaan dengan dua karakter utama dalam film, yaitu Garret dan Erin. Dengan  kata lain, Going The Distance memiliki tipikal yang sama dalam segi kelucuannya dengan film-film comedy romance lainnya.

Seperti di film-film sebelumnya, Drew Barrymore berhasil memerankan tokoh Erin dengan piawai. Ini salah satu keahlian Barrymore, seperti saat dia berperan di 50 First Dates, dia berhasil membuat penonton terbawa emosinya sesuai dengan karakter yang dia perankan. Saya sangat menyukai Barrymore di sini, terutama pada saat dia tertawa bebas dan terbahak-bahak. So natural.. Oke...Justin Long pun bermain ciamik dalam film ini. Saya yang sebelumnya tidak terlalu suka dengan Long akhirnya harus mengakui kekuatan aktingnya kali ini. Dia berhasil membawakan karakter Garret yang frustasi dengan hubungan LDR-nya dengan sangat baik. Sedangkan untuk karakter-karakter lainnya juga bermain baik dan sangat mendukung kekuatan dari ceritanya. Jika tidak ada Box, Dan, Corrine (Christina Applegate), Phil (Jim Gaffigan), dan lainnya, maka film ini tidak akan sempurna.

Kekuatan akting para pemainnya pun bukan tidak didukung oleh naskah dan sutradaya yang baik. Ya, Geoff LaTulippe (penulis naskah) dan Nanette Burstein (sutradara) telah berhasil membuat Going The Distance lebih down to earth dan membuat penonton terlibat secara emosional dengan para karakter utamanya.

Topik cerita yang ditawarkan dalam film ini cukup unik. Rasanya hampir tidak ada film comedy romance yang bertemakan hubungan jarak jauh. Hal ini lah yang membuat film ini jadi terasa lebih fresh.

Enyah disengaja atau tidak, namun pemilihan pemeran utama Barrymore & Long terasa sangat cocok . Mungkin karena dalam kehidupan nyatanya pun mereka memiliki hubungan spesial (walau putus-sambung). Namun hal ini lah yang membuat mereka memiliki chemistry satu sama lain.

Dengan kisah yang lebih fresh dan komedi yang diselipkan maka saya rasa film ini sangat layak untuk Anda saksikan.

Happy Watching..







REVIEW: FASTER (2011)

Selasa, 18 Januari 2011

| 3 komentar


Mendengar nama Dwayne Johnson saya langsung teringat dengan film Tooth Fairy. Dalam film itu dia berperan dengan sangat manis menjadi sosok peri gigi untuk anak-anak. Tapi dalam perannya di film Faster kali ini, berbeda jauh dengan perannya di Tooth Fairy.

Driver (Dwayne Johnson) adalah sosok pria yang baru saja menghirup udara bebas setelah dirinya selama 10 tahun mendekan di dalam penjara. Sekeluarnya dia dari penjara, dia langsung melancarkan misinya yang selama ini telah tertunda, yaitu membunuh semua orang yang telah membunuh kakaknya. Namun dalam menjalankan misinya ini, Driver dihalangi oleh sesosok pembunuh bayaran yang berusaha memburu dan membunuh dirinya, selain itu dia juga dicari-cari oleh kepolisian.

Hal yang membuat saya terkesan dengan film ini adalah karena film ini tidak dipenuhi oleh conversation. Bahkan kita tidak akan menemukan percakapan-percakapan yang bertele-tele maupun basa-basi. Film ini lebih didominasi oleh aksinya. Sosok tokoh utama dalam film ini, Driver, hanya berbicara beberapa kali dan hanya beberapa kalimat yang keluar dari mulutnya setiap dia berbicara.

Alur cerita yang digunakan dalam film ini adalah alur maju dan ada beberapa adegan flashback yang gunanya untuk membuat penonton lebih jelas mengenai jalan cerita film. Bahkan setiap bagian dalam film ini jelas, karena dibagi dalam bagian per hari. Alur cerita yang disajikan di dalam film ini tidak terasa bertele-tele, langsung straight to the point sama seperti minimnya dialog dalam film ini, langsung aksinya yang ditonjolkan.

Kekuatan akting dari Dawayne Johnson patut diacungi jempol. Walau Johnson tidak kembali bergulat dalam filmnya kali ini, setidaknya film ini kembali menggambarkan sosok Johnson yang garang dalam menjatuhkan semua lawannya. Sedangkan akting Billy Bob Thornton pun patut diperhitungkan kehadirannya dalam film ini. Dengan adanya karakter Cop (Billy Bob Thornton) membuat film ini menjadi lebih hidup. Namun saya sedikit risih dengan karakter Killer (Oliver Jackson-Cohen). Entah kenapa karakter Killer dalam film ini bagi saya tidak memiliki dampak yang signifikan pada keseluruhan jalan cerita film ini. Seandainya karakter ini dihilangkan pun tidak akan mengurangi intisari cerita film. Mungkin jika memang karakter Killer ingin dipertahankan seharusnya diberikan porsi cerita yang lebih besar untuk karakternya.

Film ini memiliki keunikan yang membuatnya berbeda dari film-film yang lain, yaitu nama dari setiap karakter yang menjadi pemeran utama dalam film ini tidak menggunakan nama orang sebagaimana umumnya, tetapi dengan menggunakan nama Driver (pengemudi) untuk karakter Johnson, Cop (polisi) untuk karakter Thornton, dan Killer (pembunuh) untuk karakter Jackson-Cohen.

Overall film ini seru dan layak disaksikan dengan orang-orang terdekat kita.

Happy Watching..






REVIEW: LET ME IN (2011)

| 0 komentar




Let Me In dibuat berdasarkan sebuah film Swedia berjudul Let the Right One In yang mendapatkan banyak penghargaan di festival-festival dunia. Film ini dibintangi oleh salah satu aktris cilik favorit saya, yaitu Chloë Moretz. Sebelumnya Chloë tealh bermain sangat mengesankan di salah satu film favorit saya di 2010 yaitu Kick Ass. Kali ini Chloë berperan sebagai Abby, seorang gadis cilik berusia 12 tahun yang baru saja pindah apartemen dengan ayahnya. Di sana Abby bertemu dengan Owen, seorang anak yang juga berusia 12 tahun. Owen selalu mendapatkan kekerasan dari sebuah genk anak nakal di sekolahnya. Dia benar-benar disiksa sehingga di sekolahnya dia tidak mempunyai teman. Namun akhirnya dia berteman dengan Abby di rumah.


Film ini memiliki alur mudur di awal cerita. Selebihnya film ini mulai menggunakan alur maju. Alur cerita film ini bisa dikatakan cukup lambat dan mungkin mengakibatkan beberapa penontonnya menjadi mulai bosan. Namun film ini mampu membuat para penontonnya tetap penasaran untuk meyaksikan setiap adegannya dan cukup memacu adrenalin para penontonnya. Walaupun di akhir film mulai terasa seperti diulur dan sengaja dibuat lama. Padahal sudah jelas akhir jalan cerita film ini telah dapat ditebak dengan benar oleh banyak penonton.


Cerita dalam film ini sesuai dengan legenda Vampir yang hanya bisa masuk ke rumah seseorang jika diundang dengan pemilik rumah. Jika tidak mendapatkan ijin dari pemilik rumah, maka vampir tersebut akan mati dengan perlahan. Hal ini sama dengan cerita vampir di film seri The Vampire Diaries. Namun berbeda dengan vampir-vampir versi Twilight Series di mana para vampirnya dapat dengan mudah 'nyelonong' masuk ke rumah orang.


Chloë di sini sangat berbeda dengan Chloë yang berperan sebagai Hit-Girl di Kick Ass. Chloë tetap dapat memainkan peran Abby dengan sangat ciamik di mana Abby dapat menjadi seorang gadis cilik yang manis namun dia akan berubah menjadi ganas jika telah menemukan mangsanya. Dapat dikatakan kalau film ini membantu akting Chloë untuk lebih berkembang. Hal ini juga terjadi dengan Kodi Smit-McPhee. Dalam film ini dia benar-bbenar berhasil membuat hidup karakter Owen yang merasa sendiri dan ketakutan karena dijadikan sebagai korban bulying oleh teman-teman sekolahnya.


Jika Anda mencari tontonan vampir versi anak-anak namun tetap memiliki sisi yang dark yang hidup, maka saya rasa film ini layak untuk Anda saksikan.


Happy Watching...







REVIEW: THE TOURIST (2010)

| 4 komentar


Saya lupa pernah baca di website apa. Tapi yang jelas di website itu dibahas kalau The Tourist kalah saing sama Narnia: The Voyage of the Dawn Treader. Setelah saya nonton The Tourist saya paham kenapa film ini jd 'kalah saing' sama film Narnia. The Tourist udah gencar banget promosi dan beritanya. Dengan memasang dua nama beken Hollywood, film ini udah punya jaminan kualitas akting. Ditambah lagi dengan syuting di salah satu kota tereksotis di dunia dan dibumbui kisah 'affair' Jolie yang menyatakan secara terang-terangan ketertarikannya padai Depp. Hmmm...pastinya banyak orang yang semakin penasaran dengan film ini.

Tapi kenyataannya....film ini tidak se WAAHHH promosi dan berita-beritanya. Bahkan bagi saya film ini cenderung membosankan dan mempunyai jalan cerita yang sangat standar. Padahal saya mengharapkan sebuah film action yang berkualitas dengan adanya Jolie dan Depp di dalamnya. Namun yang saya dapatkan hanyalah sebuah film cerita cinta yang dibumbui dengan adegan action yang tidak berarti. Selain itu, di bagian awal film ini terasa lambat dan membuat saya dan Wicak menjadi mulai bosan. Adegan di mana Jolie jalan terburu-buru untuk mengikuti instruksi dari kekasihnya yang buronan FBI dan Mafia untuk pergi ke luar negeri dengan menggunakan kereta dan diminta untuk menemukan pria yang sekiranya fisiknya mirip dengan Alexander Pearce, pacarnya. Di sinilah awal pertemuan Elise (Angelina Jolie) dengan Frank (Johny Depp).
Tapi ada beberapa adegan yang menurut saya cukup membuat film ini jadi cukup seru untuk disaksikan. Seperti adegan ketika Frank dikejar-kejar oleh anak buah dari kepala mafia yang menyangka dia sebagai Pearce. Dalam adegan ini, saya sangat suka dengan akting Depp. 

Inilah kelebihan dari film The Tourist. Film ini cerdas dengan menggunakan Depp dan Jolie sebagai aktor dan aktris utama. Akting Depp dalam film ini juga sebenarnya tidak terlalu membuat penonton kagum, bisa dibilang sebenarnya biasa saja. Di beberapa bagian, Depp masih terlihat seperti Kapten Jack Sparrow. Bahkan dia lebih terlihat cemerlang ketika berperan di Alice in Wonderland. Sedangkan untuk akting Jolie, menurut saya di film ini tidak membuat akting Jolie menjadi semakin kaya, karena peran yang dia mainkan kurang ada tantangannya untuk aktris sekaliber Jolie. Bahkan dia terlihat lebih menonjol dalam Salt dan Wanted. Dalam film-film itu membuat kekuatan akting Jolie lebih terlihat. Dalam The Tourist, Jolie seperti 'bimbang dengan jati dirinya'. Tidak jelas apakah dia sebenarnya dia berperan untuk film romantis atau film action. Mungkin yang dimaksud film ini adalah dua hal tersebut dikemas menjadi satu, namun sayangnya hal itu lah yang gagal dilakukan oleh The Tourist.

Di akhir film para penonton mulai lebih dibuat penasaran oleh siapa sebenarnya jati diri Frank. Namun selebihnya saya jamin para penonton dapat dengan mudah menebak kelanjutan jalan cerita dari film ini.

Happy Watching...










REVIEW: LITTLE FOCKERS (2011)

Sabtu, 15 Januari 2011

| 0 komentar


Film ini dibintagi oleh sederet aktor dan aktris papan atas Hollywood, sebut saja Robert De Niro, Ben Stiller, Owen Wilson, Jessica Alba, Dustin Hoffman dan termasuk salah satu penyayi legendaris dunia, yaitu Barbara Streisand. begitu melihat jejeran nama artis yang sudah diakui kualitas aktingnya selama ini maka saya jadi semakin penasaran bagaimana cerita kelanjutan Fockers bersama keluarganya.

Film ini merupakan kelanjutan dari film Meet the Parents (200) dan Meet the Fockers (2004) yang telah berhasil menarik banyak perhatian dari para pecinta film di dunia.
"Kini setelah 10 tahun, dua putri keluarga Focker bersama istrinya, Pam (Teri Polo) dan sejumlah hambatan bagi Greg (Ben Stiller) akhirnya mendapatkan "sambutan" Jack (Robert De Niro). Namun setelah Jack mengambil pekerjaan sampingan disebuah perusahaan farmasi, kecurigaan Jack terhadap Greg muncul kembali. Saat Greg dan seluruh keluarga Pam - termasuk mantan kekasihnya, Kevin (Owen Wilson) – hadir pada pesta ulang tahun putri kembar mereka, Greg harus membuktikan kepada Jack bahwa ia mampu menjadi kepala keluarga. Tapi dengan semua kesalahpahaman, kecurigaan dan misi rahasia, berhasilkah Greg menjadi kepala keluarga berikutnya ... atau lingkaran kepercayaan Jack akan hilang selamanya?" sumber: http://www.21cineplex.com/little-fockers-fock,movie,2444.htm

Film ini merupakan film komedi keluarga. Namun menurut saya tidak semua anggto keluarga dapat menikmati film ini, terutama anak-anak. Film ini memiliki jalan cerita yang 'sedikit berat' untuk disaksikan anak-anak. Sedangkan bumbu komedi yang ditaruh di film ini masih terasa kurang dan terkadang justru terasa garing. Selain itu, jalan cerita yang simpel membuat penonton mudah untuk menebak setiap kelanjutan cerita. Untuk kualitas akting dari para pemainnya memang menurut saya sudah hampir tidak ada celahnya. Dengan jalan cerita yang sederhana para aktor dan aktris lah yang akhirnya menurut saya membantu kenaikan pamor film ini. Namun untuk porsi akting Hoffman dan Streisand di sini kurang mendapatkan porsi seperti di film terdahulunya, Meet the Fockers. Kehadiran dua orang itu hanya ada di awal dan di akhir cerita, sehingga tidak memberikan dampak yang besar bagi kelangsungan seluruh jalan cerita pada film ini. Mereka pun tidak dapat menunjukkan kualitas akting mereka yang sesungguhnya.

Jika Anda mencari film ringan dan lucu untu mengisi waktu senggang atau pun libur Anda, silahkan menyaksikan film ini.

Happy watching...








REVIEW: RACHEL GETTING MARRIED (2008)

| 0 komentar


Kim Buchman (Anne Hathaway) adalah seorang junker (pemakai narkoba) yang baru saja keluar dari panti rehabilitasi. Saat kepulangan Kim ke rumahnya berbarengan dengan semakin mendekatnya hari pernikahan Rachel (Rosemarie De Witt), kakaknya Kim. Di sini lah mulai terjadi banyak konflik pada keluarga Buchman. Orangtua Kim telah bercerai sejak dia remaja. Sewaktu berumur 16 tahun, dia pergi membawa mobil dengan Ethan, adiknya. Pada saat itu Kim mabuk dan diperjalanan pulang mobil yang dikemudikan oleh Kim mengalami kecelakaan, masuk ke danau dan Kim tidak berhasil menyelamatkan Ethan hingga akhirnya mengakibatkan Ethan meninggal.
Dalam keluarga Buchman terlihat perbedaan cara pandang antara orangtua dengan anak, yaitu Paul (Bill Irwin) dan Kim. Paul berpikiran cara terbaik memperlakukan putrinya adalah dengan selalu mengetahui di mana Kim berada. Sebenarnya Paul hanya takut Kim melakukan ulah lagi dan mengacaukan hari-hari bahagia Rachel yang akan menikah. Kim justru merasa ayahnya selalu mengawasi dirinya dan dia merasa risih. Hal ini sesuai dengan Beberapa studi yang menunjukkan bahwa anak dan orangtua punya perbedaan persepsi dalam hubungannya, termasuk tingkah laku. Hal ini menginformasikan bahwa tidak selamanya apa yang orang tua ajarkan diterima oleh anak. Apa yang orang pikirkan dan lakukan berdasarkan apa yang ia pahami dari lingkungannya. Anak terpengaruh oleh persepsi mereka yang didapatinya dari sikap orangtua mereka. Ketika persepsinya tidak sesuai, maka hasilnya adalah kesalahpahaman.
Menurut, Amato dan Ochiltree peran orangtua kedengarannya sangat sederhana yaitu, memenuhi kebutuhannya sehingga mereka dapat berkembang. Di film ini dapat dilihat bahwa peran orangtua sebenarnya tida sesimpel itu. Paul yang selalu berusaha untuk bersikap baik pada Kim walau terjadi beberapa kesalahpahaman antara dia dengan Kim. Namun Paul selalu berusaha untuk menetralisir keadaan di saat-saat Rachel berontak dan marah atas kepulangan Kim. Dengan sabar Paul membujuk Rachel untuk menerima kepulangan Kim yang mendadak, karena bagaimana pun juga Kim adalah adiknya.
Dengan keadaan orangtua yang bercerai sejak dia kecil, Kim tumbuh menjadi anak yang kekurangan cinta, kasih sayang, dan afeksi. Bahkan ketika akhirnya dia memilih untuk menjadi seorang drugs user dan pulang dari panti rehabilitasi dia mulai merasa tidak mendapatkan penerimaan dan pengertian dari keluarganya. Hal ini lah yang menyebabkan Kim menjadi memiliki emosi yang cenderung negatif. Kim tidak mendapatkan pemenuhan emosi dari keluarganya.
Orangtua Kim, baik ayah maupun ibunya, telah menikah kembali. Meskipun pernikahan berakhir dengan perceraian atau kematian, pernikahan kembali dan pembentukan keluarga tiri dianggap biasa (Coontz, 2000). Kim tidak terlihat dekat dan memiliki kehangatan dengan orangtua tirinya. Orangtua tirinya pun tidak terlihat berusaha mendekati Kim. Mungkin akan lebih baik jika orangtua tirinya ikut mengambil bagian dalam konflik-konflik yang terjadi di rumah setelah Kim kembali dari panti rehabilitasi.
Hubungan antar orangtua kandung Kim yang telah bercerai memang berjalan baik, namun mereka tidak bekerjasama dengan baik dalam membimbing dan mengasuh Kim (co-parenting). Ayah dan ibunya memiliki ‘jalan sendiri-sendiri’ untuk menghadapi Kim.
Hubungan Kim dengan kakaknya, Rachel, tidak berjalan mulus, karena Rachel menyimpan perasaan ketidaksukaan dan keresahannya atas kembalinya Kim di saat-saat mendekati hari pernikahannya. Rachel juga masih menyalahkan Kim atas meninggalnya Ethan. Kim merasa tersingkirkan oleh keluarganya sendiri karena Rachel telah memilih orang lain untuk menjadi pendampingnya di pelaminan nanti. Bahkan pada saat acara makan malam menyambut pernikahan Rachel, Kim didudukkan di pojok meja dan dikelilingi oleh orang-orang yang tidak dia kenal. Pada saat itu semua orang sibuk dengan memberikan kesan dan pesan untuk Rachel dan calon suaminya. Kim semakin merasa dirinya terpojokkan.
Kim tidak merasa mendapatkan intimacy dari keluarganya. Seperti yang diketahui bahwa intimacy mengacu pada perasaan akan kedekatan hati seseorang (closeness), keterkaitan (connectedness), dan keterikatan (boundedness) dalam hubungan cinta (Sternberg & Grajek, 1984). Komponen intimacy terhadap seseorang yang dicintai:
1.  Keinginan untuk menghadirkan kesejahteraan baginya.
Kim berusaha untuk membuat orang-orang di sekitarnya dapat menerima dirinya kembali. Namun nyatanya orang-orang di sekitarnya justru merasa was-was dengan kepulangannya. Hal ini lah yang akhirnya membuat Kim merasa dirinya tidak sejahtera di tengah-tengah keluarganya.
2.  Saling menghargai.
Sejak awal kepulangannya, Kim dengan Rachel dan Paul (ayahnya) mencoba untuk saling menghargai. Namun akhirnya justru mereka saling meluapkan emosinya yang ternyisc2ata merasa terganggu dan keberatan dengan keberadaan Kim.
3.  Saling memahami.
Rachel sudah berusaha untuk memahami Kim. Hal ini terlihat dari Rachel yang meminta Emma untuk mundur dan diganti dengan Kim untuk mendampinginya di pernikahan nanti. Selan itu, ayahnya Kim yaitu Paul juga berusaha untuk memahami Kim, karena dia mengetahui kalau banyak orang yang merasa was-was dengan keberadaan Kim. Paul selalu berusaha untuk bersikap netral dan menjadi penengah disaat Kim berselisih dengan Rachel.
4.  Dapat untuk diajak bertukar pikiran.
Setiap keputusan keluarga yang diambil, Kim tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan Kim sudah menghabiskan sebagian besar waktunya di panti rehabilitasi. Jadi ketika Kim kembali ke rumah, dia merasa asing karena dia tidak memiliki andil apa pun terhadap hal-hal yang terjadi di rumah. Seluruh orang rumah juga tidak ada yang mengajak Kim untuk berdiskusi, yang ada justru Kim berontak terhadap keputusan-keputusan yang sebelumnya telah ditetapkan bukan dengan cara diajak bertukar pikiran.
5.  Mampu memberi dukungan secara emosional.
Secara emosional, Kim cenderung seorang diri. Dia berusaha bangkit dari keterpurukan hidupnya seorang diri dan tidak ada anggota keluarga yang membantunya secara signifikan. Hal ini dikarenakan keluarga telah lebih dulu underestimate dengan Kim.
6.  Memiliki komunikasi yang akrab.
Kim tidak memiliki dan menjalin komunikasi yang akrab antara dia dengan anggota keluarganya.
Walau Kim banyak menerima penolakan dari lingkungannya, terutama keluarganya senidiri, Kim tetap memiliki beberapa unsur dalam cinta antar pribadi yantara lain commitment yaitu keinginan untuk mengabadikan cinta dan tekad yang kuat dalam hubungan dia dengan keluarganya dan terciptalah kinship (ikatan keluarga).








It's About What???

2006 (3) 2007 (1) 2008 (5) 2009 (4) 2010 (37) 2011 (43) 3D (4) Academy Awards (2) Action (13) Adam Sandler (1) Adventure (1) Alex Pettyfer (1) Amanda Seyfried (3) Amber Heard (2) Amy Adams (1) Andrew Garfield (1) Angelina Jolie (1) Anne Hathaway (2) Ashton Kutcher (1) Asian (6) Ben Affleck (2) Ben Stiller (1) Biography (4) Blake Lively (1) Bruce Willis (2) Cam Gigandet (1) Cameron Diaz (1) Chloë Moretz (1) Chris Cooper (1) Chris Pine (1) Christian Bale (1) Christina Aguilera (1) Christina Ricci (1) CIA (1) Colin Firth (1) Comedy (10) Crime (11) Dakota Fanning (1) Dance (1) Daniel Radcliffe (1) Denzel Washington (1) Documenter (1) Drama (49) Drew Barrymore (2) Dustin Hoffman (1) Dwayne Johnson (1) Education (1) Emma Roberts (1) Emma Watson (1) Erotic (1) Facebook (2) Family (16) Fantasy (11) Fiction (4) Game (1) Game Online (1) Geoffrey Rush (1) Gerrard Butler (1) Halle Berry (1) Han Ji-Hye (1) Hayden Panettiere (1) Helena Bonham-Carter (1) History (1) Horror (20) India (1) Jake Gyllenhaal (1) Jalan-jalan (1) Jason Statham (1) Jennifer Aniston (1) Jennifer Lopez (1) Jepang (2) Jesse Eisenberg (2) Jessica Alba (1) Johny Depp (1) Josh Duhamel (1) Julia Roberts (1) June (1) Justin Long (2) Justin Timberlake (1) Kate Beckinsale (1) Katherine Heigl (1) Keira Knightley (1) Kevin Costner (1) Kristen Bell (2) Lee Chun-Hee (1) Lee Hwi-Hyang (1) Leighton Meester (1) Liam Neeson (1) Life As We Know It (2) Lippo Cikarang (1) Little Fockers (1) Logan Lerman (1) Ludacris (1) March (1) Mark Wahlberg (1) Mark Zuckerberg (1) Mary-Kate Olsen (1) Michelle Williams (1) Mila Kunis (1) Morgan Freeman (1) Movie (64) Movie Release (3) MTV Movie Awards (1) Musical (1) Mystery (11) Naomi Watts (1) Natalie Portman (2) Nicholas Cage (1) Nicole Kidman (1) November (1) Oscar (2) Owen Wilson (2) Psikologis (3) Ray Winstone (1) Rebeca Hall (1) Review (61) Robert De Niro (2) Romance (14) Rosario Dawson (1) Rupert Grint (1) Russel Crowe (1) Ryan Gosling (1) Ryan Reynolds (1) Sam Rockwell (1) SciFi (3) Sean Penn (1) South Korea (3) Sport (1) Synopsis (10) Thailand (1) Thriller (25) Tommy Lee Jones (1) Vanessa Hudgens (1) Waterboom (1)

Count Me In....

Diberdayakan oleh Blogger.
 
blog-indonesia.com